Budaya di Bumi yang Ku Pijak
TUGAS MATA KULIAH ILMU BUDAYA DASAR
Nama :
Nico Babtista Tinendra
Kelas :
1TB03
NPM :
25316407
Dosen :
Rizqi Intan Sari Nugraheni
Pengertian Budaya Daerah dan Budaya
Nasional Indonesia
Budaya
merupakan suatu kebiasaan yang mengandung nilai – nilai penting dan fundamental
yang diwariskan dari generasi ke generasi. Warisan tersebut harus dijaga agar
tidak luntur atau hilang sehingga dapat dipelajari dan dilestarikan oleh
generasi berikutnya.
Budaya
Daerah adalah suatu kebiasaan dalam wilayah atau daerah tertentu yang
diwariskan secara turun temurun oleh generasi terdahulu pada generasi
berikutnya pada ruang lingkup daerah tersebut. Budaya daerah ini muncul saat
penduduk suatu daerah telah memiliki pola pikir dan kehidupan sosial yang sama
sehingga itu menjadi suatu kebiasaan yang membedakan mereka dengan penduduk –
penduduk yang lain. Budaya daerah sendiri mulai terlihat berkembang di
Indonesia pada zaman kerajaan – kerajaan terdahulu. Itu dapat dilihat dari cara
hidup dan interaksi sosial yang dilakukan masing-masing masyarakat kerajaan di
Indonesia yang berbeda satu sama lain. Dari bermacam=macam budaya daerah
tersebut maka munculah sesuatu yang disebut Budaya Nasional
Kita
harus selalu menjaga, melindungi dan melestarikan budaya daerah kita agar tak
diambil dan dilecehkan oleh negara lain, siapa lagi kalau bukan kita yang
menjunjung budaya kita.
“ cintai budayamu layaknya engkau mencintai ibumu “
“ Suatu Negara tidak akan menjadi Negara yang besar jika tidak
mengetahui jati diri dari budaya Negara tersebut “
BUDAYA DI BUMI YANG KU PIJAK
Budaya daerah saya
sediri tidak kalah dengan budaya yang lainnya. Jika setiap daerah membanggakan
budaya daerah dilihat dar sudut pandang tradisi saja, maka saya akan membagikan
juga membanggakan budaya saya dilihat dari sudut pandang keberagaman juga
kebersamaan yang telah terbangun selama bertahun – tahun.
Budaya di Bogor sangat
beragam. Tetapi karena tempat kami sudah seperti kota yang campur – campur maka
dari itu timbul budaya – budaya yang baru, yang lebih mengedepankan kebersamaan
dan kesejahteraan. Contohnya seperti budaya Tionghoa yaitu Cap Go Meh, Tandjidor, Marawis, dan budaya – budaya muslim lainnya
yang biasanya bisa dinimati oleh semua orang termasuk non muslim. Yang unik
dari tempat saya dilahrkan adalah adanya budaya luar yang malah menjadi budaya
khas dari Bogor. Yaitu Cap Go Meh.
Cap Go Meh
Di Bogor sendiri, Vihara dimana Dewa Hok
Tek dimuliakan, terletak di jalan Suryakencana No. 1 (dahulu disebut
Jl. Perniagaan), Bogor, yang berdekatan dengan lokasi perdagangan
serta urat nadi ekonomi masyarakat Bogor. Vihara tersebut, yang
sekarang bernama Vihara Dhanagun (Ho Tek Bio), menempati bangunan yang
merupakan cagar budaya Nasional yang terletak di kota Bogor dan
merupakan aset Dinas Purbakala Kota Bogor.
Menurut sejarah, bangunan ini pertama kali didirikan oleh masyarakat Tionghoa kota Bogor pada abad ke-18, lebih dari 300 tahun yang lalu dan jelas lebih tua daripada usia bangunan Istana Bogor maupun KebunRaya Bogor yang letaknya sangat berdekatan.
Vihara tersebut, pada zaman kolonial terletak pada sebidang tanah milik Negara (eigendom) seluas 5.000 m2, namun pada masa kini terdesak oleh berbagai ekses pembangunan kota, seperti pelebaran jalan, perluasan pasar dan lahan parkir, serta pembangunan Departement Store, yang mana meruntuhkan sebagian ciri khas Vihara berbentuk pagoda.
Sejak kepengurusan Yayasan Dhanagun, telah diambil prakarsa penataan kembali bangunan tersebut sebagai cagar budaya, sebuah warisan sejarah yang tidak ternilai bagi masyarakat Bogor. Seperti kita ketahui dalam sejarah bahwa pengaruh kebudayaan Tionghoa menyebar diseluruh Nusantara, mulai dari Aceh hingga Papua, maka harus dilestarikan sebagai warisan budaya yang masih ada saat ini.
Bagi pemerhati budaya, kiranya dapat terlihat fenomena bahwa Vihara Hok Tek Bio atau Vihara Dhanagun memberikan rejeki kepada masyarakat sekitar bisa dilihat dari lokasi yang “menyedot” berbagai jenis perdagangan untuk tumbuh dan berkembang, baik berupa pasar tradisional, pasar modern (dept-store), maupun perdagangan pasar tumpah / pasar malam dan toko besar maupun kecil.
Menurut sejarah, bangunan ini pertama kali didirikan oleh masyarakat Tionghoa kota Bogor pada abad ke-18, lebih dari 300 tahun yang lalu dan jelas lebih tua daripada usia bangunan Istana Bogor maupun KebunRaya Bogor yang letaknya sangat berdekatan.
Vihara tersebut, pada zaman kolonial terletak pada sebidang tanah milik Negara (eigendom) seluas 5.000 m2, namun pada masa kini terdesak oleh berbagai ekses pembangunan kota, seperti pelebaran jalan, perluasan pasar dan lahan parkir, serta pembangunan Departement Store, yang mana meruntuhkan sebagian ciri khas Vihara berbentuk pagoda.
Sejak kepengurusan Yayasan Dhanagun, telah diambil prakarsa penataan kembali bangunan tersebut sebagai cagar budaya, sebuah warisan sejarah yang tidak ternilai bagi masyarakat Bogor. Seperti kita ketahui dalam sejarah bahwa pengaruh kebudayaan Tionghoa menyebar diseluruh Nusantara, mulai dari Aceh hingga Papua, maka harus dilestarikan sebagai warisan budaya yang masih ada saat ini.
Bagi pemerhati budaya, kiranya dapat terlihat fenomena bahwa Vihara Hok Tek Bio atau Vihara Dhanagun memberikan rejeki kepada masyarakat sekitar bisa dilihat dari lokasi yang “menyedot” berbagai jenis perdagangan untuk tumbuh dan berkembang, baik berupa pasar tradisional, pasar modern (dept-store), maupun perdagangan pasar tumpah / pasar malam dan toko besar maupun kecil.
Itu lah sejarah mengapa
di Bogor bisa terjadi budaya Cap Go meh dan sudah mengakar sampai ke kehidupan
masyarakat sekitarnya. Karena selain menguntungkan juga dengan begitu kita
dapat menambah teman sampai pengalaman dengan budaya lain.
Sumber :
“BERSATULAH INDONESIAKU”













0 komentar: