Karena PLTU Batang, Kini Warga Dilarang Masuk Lahan Pertanian Mereka Sendiri

Sabtu, November 09, 2019 Nico Babtista 0 Comments




Untung Purwanto, warga Ponowareng, Batang, Jawa Tengah, urung menggarap lahan miliknya seluas 2.595 meter, Kamis (24/3/16). Dia dihalangi keamanan PT. Bhimasena Power Indonesia (BPI), dengan alasan lahan itu sudah sah dikuasai perusahaan untuk pembangunan PLTU Batang.


Permasalahan

Permasalahan yang terjadi disini adalah adanya upaya pembangunan sumber tenaga listrik di Kota Batang yang akan banyak sekali merusak ekosistem yang sudah ada. Pemerintah pusat berencana untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang nantinya akan mampu menghasilkan 35.000MW yang akan menyuplai kebutuhan listrik untuk pulau Jawa dan Bali.

Dengan membangun membangun mega proyek ini maka pemerintah pusat juga daerah dan perusahaan terkait membutuhkan lahan yang sangat luas untuk memnuhi kebutuhan lahan proyek PLTU Batang ini. Tidak kurang dari 200ha dibutuhkan untuk kebutuhan lahan pemubangunan proyek PLTU ini. Dimana masalah pertama yang terjadi adalah masih terdapat lahan yang masih simpang siur atau belum jelas terkait perizinan dan koordinasi dengan warga sekitar, yang mana menjadi persoalan karena lahan yang dimiliki oleh warga harus di batasi dengan semena – mena oleh pihak perusahaan tanpa seizin pemilik tanah. Secara hukum dan etika ini sudah melanggar norma yang ada yaitu salah satunya adalah Hak Asasi Manusia mengenai kepemilikan tanah karena warga tidak diizinkan masuk untuk bertani.

Selain dengan perizinan tanah yang menjadi masalah internal dengan warga sekitar masalah lainnya adalah dengan lingkungan skala besar yaitu sampai pada lepas bibir pantai Kota Batang. Para nelayan mengaku jika hasil tangkapan ikan sudah menurun drastis dan banyak nelayan yang sekarang sudah menjual kapalnya untuk kebutuhan makan sehari – hari. Ini jelas sudah melanggar norma – norma yang terdapat pada penjaga dan pelestarian lingkungan. Ini tentunya saja sebagian besar diakibatkan oleh hasil pembuangan limbah yang dihasilkan oleh PLTU yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakar utamanya, padahal batu bara adalah salah satu bahan bakar yang tidak ramah lingkungan.

Permasalahan yang lainnya adalah mengcu pada pemerintah yang seakan – akan menutip mata dari semua hal yang terjadi disini, dimana pemerintah daerah Kota Batang lebih mementingkan perusahaan dan nilai uang dibandingkan dengan kesejahteraan masyarakatnya dalam waktu yang panjang. Proyek PLTU ini dikatakan belom dibutuhkan untuk waktu yang sekarang ini, karena dengan anggaran sebanyak itu lebih baik untuk membangun di sektor pendidikan dan kesehatan.


Tanggapan Pengkritik

Arif Fiyanto, Juru Kampanye Iklim dan energi, Greenpeace Indonesia kepada Mongabay mengatakan, pemerintah Batang dan BPI menghalangi warga masuk lahan untuk bertani adalah suatu pelanggaran hak asasi manusia.
Dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Nurkholis  mengatakan, hak warga atas tanah tak boleh dicabut negara sewenang-wenang. Apalagi, PLTU Batang ini warga sudah diintimidasi dan kriminalisasi. Dalam UU hak milik tanah melekat pada setiap individu dan tak bisa dirampas sewenang-wenang oleh siapapun. Ada prosedur, walaupun untuk kepentingan umum. “Pemagaran tak boleh, itu melanggar hak warga,” kata Nurkholis


Tanggapan Penulis

Kritik yang terlihat adalah kritik interpertatif karena kritik yang tertuang berupa ajakan dari asosiasi Greenpeace Dan komnas HAM untuk pembaca bahwa kita harus membantu warga Batang yang sedang kesusahan karena dikriminalisasi dan diintimidasi. Ajakan tersebut dirasa sangat penting karena memang tidak ada yang membela masyarakat Batang selain kita karena pihak pemerintah yang seperti menutip mata untuk kasus ini.

Menurut saya, jika proyek ini memang belom diperlukan lebih baik tidak usah dilakukan terlebih dahulu karena lebih baik mendahulukan kepentingan yang bahkan dampaknya adalah sangat negatif untuk kehidupan sosial warga juga untuk lingkungan skala besar dan panjang. Seharusnya pemerintah setempat meninjau ulang hal – hal yang akan berdampak langsung pada masyarakat contohnya seperti sektor – sektor yang kurang diperhatikan juga yang menjadi masalah pada daerah tersebut seperti  pendidikan, infrastruktur, sarana prasarana, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Seharusnya ada tindakan preventif pada kerusakan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sehingga ini bisa menjadi contoh yang baik untuk Kota – kota di Indonesia untuk dapat berkembang secara seimbang antara kualitas negara dengan kesejahteraan rakyat.

Original article

0 komentar:

Rencana Pembangunan Rumah U.F.O. Di Norwagia, Ditolak

Sabtu, Oktober 12, 2019 Nico Babtista 0 Comments




Berlin – Hal kontroversi telah dibuat oleh Seniman berkebangsaan Norwegia, Bjarne Melgaard yang dikenal juga sebagai pemilik dari firma Arsitektur Snohetta yaitu perancang dari bangunan Rumah seperti U.F.O. di pinggiran kota Oslo, Norwegia yang pada akhirnya ditolak oleh penduduk lokal.


Permasalahan
Permasalahan yang dapat disimpulkan adalah lokasi pembangunan yang dipilih yaitu lokasi yang memiliki nilai sejarah yang panjang dalam perkembangan kualitas seni lukis dari negara Norwegia, daerah yang disebut ‘Kikkut’ yang erdekatan dengan ‘Ekely’ seniman terkenal bernama Edward Munch (Pelukis “The Scream”). Masalah menjadi serius karena suatu bangunan yang berbeda dan merusak  persepsi tentang batas – batas seni dan arsitektur.

Penduduk lokal dan Pemerintah daerah Kota Oslo mendukung permohonan penolakan pembangunan ‘A House To die In’ karena pemilihan lokasi dan bentuk design yang terinspirasi dari bentuk rumah bandar narkoba barons, yang menyerupai seperti Kristal hitam.

Masalah menjadi semakin komplek karena alasan yang diberikan oleh Arsitek yaitu “Ada pertentangan besar terhadap hal-hal baru di Norwegia.” Seorang mitra pendiri Snohetta menyatakan di media Norwegia bahwa proyek itu unik untuk situs tersebut dan tidak dapat dipindahkan.


Tanggapan Pengkritik
Pihak lain mengatakan lokasi pembangunan itu dekat dengan tepat dimana Munch menghabiskan beberapa dekade terkhir dalam hidupnya dan jika adanya pembangunan itu mka hal itu akan merusak landskap yang teah mengilhami banyak karya para pelukis nantinya. Argument ini didukung oleh seorang seniman lukis Havard Haugerud mengatakan keputusan anggota parlemen itu “masuk akal dan baik” yang menunjukan bahwa banak orang yang datang kesini untuk erasakan atmosfer di daerah yang menjadi lokasi dalam lukisan Edward Munch.


Tangapan Penulis
Menurut saya, seharusnya pihak dari perancang yaitu Snohetta Architect melakukan peninjauan lokasi yang lebih mendalam terhadap site yang akan digunakan untuk membangun projek ini dan mempertimbangkan semua skema kejadian yang akan terjadi jika projek ini dilanjutkan. Pihak Snohetta juga seharusnya melakukan pendekatan dengan warga lokal tentang projek ini dan tidak memntingkan ego dari perusahaan atau dari arsitek itu sendiri.

Sebagai arsitek seharusnya selalu mengambill jalan tengah dimana hasilnya adalah saling menguntungkan satu sama lain, sebaiknya dari pihak arsitek mempertimbangkan kehadiran bangunannya bisa sebagai daya tarik atau sesuatu yang menguntungkan untuk lokasi yang sangat penting dan memiliki nilai seni dan sejarah ini. 



Original Article
A version of this article appears in print on , Section C, Page 3 of the New York edition with the headline: Oslo Officials Say No To U.F.O.-Like Home.

0 komentar:

SUMIDA PARK, JEPANG

Minggu, April 28, 2019 Nico Babtista 0 Comments





Peran Sumida Park
                Sumida Park sebagai sumber oase kota Asakusa, Jepang. Jepang sangat identik dengan hunian vertical. Pada hunian vertical ini setiap bangunan bisa berdiri 3 sampai 10 lantai keatas. Karena pesatnya pertumbuhan manusia di Jepang dan tidak tersedianya lahan untuk hunian horizontal (atau lahan yang baralaskan tanah) maka pemerintah Jepang membuat aturan untuk mengatur pembangunan hunian di kota – kota besar salah satu contohnya adalah kota Asakusa.
Dengan kepadatan penduduk inilah yang membuat pembangunan hunian vertical menjadi salah satu cara terbaik untuk bisa tinggal di kota tersebut, namun yang menjadi masalah adalah tidak adanya lahan serap air atau lahan hijau di setiap rumah pada setiap bangunan hunian. Karena lahan yang digunakan untuk pembangunan hunian semua tertutupi dengan beton atau aspal. Hal ini yang mendasari penulisan ini sekaligus menjadi topik yang akan di bahas sedikit berdasarkan pengalaman langsung saat saya disana.
Hampir 80% area di Asakusa adalah area hunian dan bisnis. Setiap hunian vertical yag ada tdak memiliki ruang hijau atau daerah resap air yang efektif. Maka dari itu dibutuhkan daerah yang dapat menyerap air dan akhirnya air yang diserap tersebut dapat di gunakan dengan baik dan efektif. Maka pemerintah Kota Jepang membuat daerah taman Sumida Park sebagai daerah untuk meresap air. Selain taman hijau taman ini juga berfungsi sebagai taman rekreasi keluarga dan wisata. Pengunjung yang datang tidak hanya dari anak kecil, tetapi pengunjung yang lansia pun turut menikmati taman kota ini.
Lalu megapa Sumida Park ini dikatakan sebagai oase kota asakusa ? jawabanya karena taman ini adalah salah satu destinasi yang paling tepat saat ingin menghilangkan penat kepadatan kota dan melepas lelah setelah bekerja. Karena dengan fasilitas yang disediakan membuat para pengunjung pun sangat merasa nyaman saat ada di Sumida Park ini.  Dimulai dari pohon sakura yang berjajar sepanjang Sumida park, Taman yang indah, fasilitas utility yang sangat lengkap, keindahan pemandangan Sumida River, cafeteria, wisata air, fasilitas bermain anak, dan masih banyak lagi yang dapat dinikmati di Sumida Park ini.
Kata oase tidak selalu menjelaskan tentang sumber mata air, tetapi kata oase pada Sumida Park ini mengacu pada sumber kehidupan, mengacu pada sesuatu yang dapat memulihkan kepenatan dalam pikiran juga hidup, sesuatu yang dapat membuat seseorang merasa nyaman walaupun ia tinggal di sebuah kota yang sangat padat. Oase lebih mengacu pada sumber kehidupan.





Sumida Park (Taito) adalah tempat yang disediakan oleh pemerintah Tokyo, Jepang untuk menjadi salah satu tempat rekreasi dan fasilitas hijau di salah satu bagian dari Jepang. Taito sendiri menyediakan beberapa fasilitas segagai taman kota. Selayaknya taman kota Sumida Park Taito ini meyediakan fasilitas seperti WC/ Toilet, Tamana bermain, café, dan masih banak lagi. Sumida park Taito ini juga memiliki fungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH), karena di sekitar Sumida Park ini tak ada sama sekali tanah atau daerah resap air di setiap hunian yang dibangun. Hal ini dikarenakan pendududk Jepang yang sudah memberlakukan Hunian vertical. Sumida Park ini mengusung konsep modern dan hijau. Modern dapat dilihat dari item - item yang menjadi pendukung di Sumida Park ini, seperti banyaknya sculpture yang dipamerkan disepanjang Sumida Park Taito ini, dan konsep hijau yang dapat diliihat dari indahnya taman ini saat memasuki musim semi di Jepang dimana sepanjang Sumida Park Taito ini akan banyak di tumbumhi oleh pohon sakura. Dengan view yang baik Sumida Park Taito ini sangatlah mudah untuk dinikmati dan siapapun yang melewatinya pastilah akan senang dan terhibur oleh keindahannya.



Profil Sumida Park, Taito

Batasan

Utara   : Sakurabashi Junior High School
Timur   : Sumida River, Sakurabashi, Kototoibashi, Tobu Skytree Line
Barat    : Jalan Sukerokuyume, Rute 314, Perkantoran dan Pertokoan
Selatan : Sumida River Park (Sungai Sumida)

Luas

Sumida Park Taito ini di bangun di lahan seluas 11ha tepat di pinggir Sumida River

Peruntukan

Lahan yang di di peruntukan sebagai lahan terbuka hijau
Taman kota
Daerah resapan air
Public space untuk warga yang tinggal di sekitaran daerah tersebut

Sasaran pengunjung

Pengunjung yang disasar adalah semua umur dari balita sampai yang tua
Karena kondisi dan keadaan yang nyaman dan memungkinkan untuk mereka semua dapat menikmati Sumida Park Taito ini dengan nyaman.






Sumida Park (Sumida) adalah tempat yang disediakan oleh pemerintah Tokyo, Jepang untuk menjadi salah satu tempat rekreasi dan fasilitas hijau di salah satu bagian dari Jepang. Berbeda dengan Sumida Park Taito, taman kota ini disajikan dengan konsep yang lebih hijau dan religious. Ditengah kota Sumida, Tokyo yang penuh dengan kemajuan teknologinya, taman ini hadir dengan konsep yang lebih tenang dan juga religious, dimana terdapat shrine untuk pengunjung atau masyarakat berdoa di situ ada juga danau buatan sebagai elemen penenang di taman ini. Elemen air ad ataman ini sangatlah penting karena daau yang ada di taman ini memiliki arti dan filosofi yang mendalam tentang hewan kura – kura dan ikan. Taman yang di penuhi dengan tumbuhan tumbuhan yang lebih bermacam – macam membuat taman ini sangatlah teduh dan sunyi. Dengan hadirnya taman ini membuat sisi lain dari kota Tokyo yaitu sisi yang lebih sunyi dan tenang auh dari keramaian.



Profil Sumida Park, Sumida

Batasan

Utara  : Mimeguri Shrine, Shinto Shrine, Kenmei Shrine dan Sumida Kuritsu Koume  Elementary School
Timur   : Sumida Heritage Museum, Perkantoran, Pertokoan,  Pemukiman, dan Jalan satu arah
Barat    : Jalan Bokutei Dori dan Sumida River
Selatan : Lintasan kereta tobu sky tree line dan Jembatan Kototoibashi

Luas

Sumida Park  ini di bangun di lahan seluas 4ha tepat di pinggir Sumida River

Peruntukan

Lahan yang di di peruntukan sebagai lahan terbuka hijau
Taman kota
Daerah resapan air
Public space untuk warga yang tinggal di sekitaran daerah tersebut
Tempat untuk beribadah

Sasaran pengunjung

Pengunjung yang disasar adalah semua umur dari balita sampai yang tua Karena kondisi dan keadaan yang nyaman dan memungkinkan untuk mereka semua dapat menikmati Sumida Park Taito ini dengan nyaman
Pengunjung yang dituju juga menyasar pada kalangan karyawan dan orang tua karena ini merupakan tempat untuk mereka melepaskan penat

Pengunjung, dapat dilihat jika di Sumida Park yang berlokasi Sumida pengunjungnya rata-rata orang dewasa hingga lansia , sedangkan Sumida Park yang berlokasi di Taito beragam dari mulai anak-anak hingga lansia karena fasilitas yang terdapat di Sumida Park Taito lebih lengkap dan memenuhi kebutuhan pengunjung.

Fasilitas, taman di Distrik Taito memiliki beragam fasilitas diantaranya ada faslitas olahraga, taman bermain, teras, tempat istirahat, cafe, juga terdapat pelabuhan dan taksi air untuk melintasi Sumida River.

Konsepdi Distrik Sumida mengusung konsep taman tradisional Jepang sedangkan Taito lebih ke arah taman modern yang mengikuti perkembangan zaman.

0 komentar: